Sports

Home » » AGRESI MILITER BELANDA DI PANGKALAN BERANDAN

AGRESI MILITER BELANDA DI PANGKALAN BERANDAN

Written By indonesiabersatu on Rabu, 01 Agustus 2012 | 04.16

Sekutu terus menunjang gerakan militernya melalui wadah (AFNE) – Alied Forces Netherlands East Indies). Sementara pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) turut membonceng dalam Pasukan Sekutu tersebut, Pasukan Belanda itu mendarat  di perairan Pantai Cermin dan Tanjung Tiram, bergerak merebut tempat yang penting. Kolonialis Belanda yang masih bermimpi akan kejayaannya dimasa lampau itu, semakin terperangkap kedalam petualangan militernya, tanpa peduli kecaman dunia internasional. Pada tanggal 21 Juli 1947, dengan kode aksi produksi, yaitu untuk menguasai perkebunan karet, teh, kopi dan tambang minyak, Tentara Belanda melakukan penyerangan ke Wilayah wilayah yang di Kuasai Republik Indonesia. Aksi ini oleh Pihak Republik Indonesia diberi nama Agresi MiliterBelanda, sementara Belanda sendiri menamakan tindakannya itu sebagai Aksi Polisionil.
Aksi Polisionil Pasukan Belanda
Menghadapi ancaman Pihak Belanda itu. Itu tentu saja Pemerintah Indonesia yang didukung para Pejuang tak mau tinggal diam. Mereka terlibat dalam berbagai kesibukan, hal ini cukup beralasan karena Pasukan Belanda yang membonceng Pasukan NICA, sudah melakukan pemindahan Pasukannya ke Tanjung Pura, untuk melakukan onfensif merebut Kilang Minyak di Pangkalan Berandan.
Pada tanggal 23 Juli 1947, setelah terbentuk ”Komando Langkat Area” yang di prakarsai oleh LETNAN SATU ZAKARSDJAH AKSDJAH, maka pada keesokan harinya disusun lengkap struktur ”Komado Langkat Area” dan pimpinan komando dipegang oleh MAYOR WIDJI ALVISAH, yang sebelumnya adalah Komando Batalyon I Resimen I Divisi X TRI merangkap menjadi PMC (Plantselijik Militer Comandant) di Tanjung Pura.
Pada tanggl 31 Juli 1947, Komando Langkat Are mengadakan musyawarah dan mengambil keputusan bahwa kota Tanjung Pura tidak dapat dipertahankan lagi, maka Komando Langkat area mengambil keputusan untuk membangun garis pertahanan baru disebelah Barat Laut, kerena sudah diperhitungkan pihak pejuang, bahwa pasukan Belanda akan melakukan penyerangan dari arah darat, laut dan udara menuju kota Pangkalan Berandan.
Agresi Militer Belanda
Sementara Komando Langkat Area melakukan reorganisasi pasukan dalam tiga kelompok pada tiga sektor, berasal dari penyatuan lasykar rakyat yaitu Laskar Napindo yang bermarkas di jalan Dempo, Laskar Pesindo yang bermarkas di jalan Imam Bonjol (Gang Kunai) dan Laskar Harimau Liar dari kesatuan Batalyon 17 bersama komandannya Amir Hanafiah bermarkas di desa Alur Dua Pangkalan Berandan. Bersama dengan pembagian sektor oleh Komandan Batalyon 17 digabung dengan Batalyon Resimen I Divisi  KTRI.
Pejuang dibatas Demarkasi Gebang
Selanjutnya konsolidasi dilakukan dan pelaksanaan pembagian sektor sebagai berikut : Batalyon II Hisbullah yang berasal dari Langkat Hulu dan Batalyon III Hisbullah yang berasal dari Medan Utara, digabungkan menjadi satu kesatuan tim dibawah pimpinan Rachmad Buddin. Batalyon Langkat Kesatria Pesindo dibawah pimpinan AMIR HANFIAH yang merupakan sayap tengah pertahanan Pangkalan Berandan Area, karena terdapat Jalan Raya Tanjung Pura Pangkalan Berandan yang diperhitungkan akan menjadi sasaran utama Militer Belanda.
Batalyon Tentara Pengawal Kereta Api dan Tambang Minyak (TPK & TM) yang berada di bawah pimpinan MAYOR NAZARUDDIN beserta kesatuan kesatuan kecil yang berasal dari Laskar Napindo Teluk Aru dibawah pimpinan HAIB LUBIS dan ZAINAL ABIDIN dan Barisan Harimau Liar dibawah pimpinan HABIB UMAR yang tergabung dalam Batalyon 17, diberi tugas untuk mempertahankan kota Pangkalan Berandan dan disebelah Utara hingga muara sungai Babalan dan daerah pantai disekitar Teluk Meku yang terletak disebelah Timur Laut Pangkalan Berandan.
Sektor pertahanan ini merupakan sayap kiri medan pertahanan Pangkalan Berandan  Area, dan yang menjadi Komandan Front sayap kiri ini ialah MAYOR NAZARUDDIN yang juga Komandan Batalyon TPKA & TM, merangkap menjadi Komandan Militer kota  (Plaatzelijik Militair Commandant).
Pasukan Pejuang di Front Langkat Area
Barisan Merah yang berasal dari Medan Utara dibawah pimpinan M. DJUSUF, membangun medan pertahanan di daerah Bukit Mangkirai, terletak sekitar 4 km disebelah Barat Laut Tanjung Pura, pertahanan Bukit Mangkirai ini adalah bagian dari pada sayap tengah pertahanan Pangkalan Berandan Area. Yang menjadi komandan front sayap tengah ini, ialah Komandan Langkat Area yaitu MAYOR WIDJI ALVISAH.
Tanggal 3 Agustus 1947, Pertahanan baru Berandan Area itupun telah selesai dibangun. Sementara, Pasukan Belanda mencoba mengadakan penyerangan dari darat, laut dan udara. Gerakan gerakan tentara Belanda yang dalam sejarah mereka diperkenalkan dengan nama aksi polisional mulai dicetuskan.
Pembersihan, begitu istilah Belanda, mereka lakukan mulai dari aksi penerobosan front Medan Area, selanjutnya menyerang dan merebut kota Binjai, kemudian kota Stabat diduduki dan membuat benteng pertahanan di pangkal jembatan Sei Wampu dikota Stabat, hal ini dapat di mengerti sebagai suatu pertanda bahwa Belanda sudah mulai melakukan ekspansinya  ke daerah Langkat dan kalau begitu pastilah akan merampas Kota Pangkalan Berandan, kota tambang minya sumber energi perang.
Pasukan Belanda menghimpun kekuatan di Tanjung Pura
Pasukan Belanda Menghimpun kekuatan di Tanjung Pura, menyusul kemenangan mereka dalam beberapa rangkaian pertempuran. Namun untuk mencaplok kota Pangkalan Berandan pasukan Belanda Menemui jalan buntu, rangkaian serangan Belanda dapat digagalkan oleh para pemuda dan kesatuan tentara Republik. Pertempuran itu terjadi dibatas demarkasi Gebang, pasukan Sekutu dan Belanda berhasil di pukul mundur, banyak korban jatuh disana, perang dibatas demarkasi Gebang merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan bangsa, demarkasi Gebang yang penuh heorisme !. Dalam pertempuran itu, Sekutu mengakui mengakui keunggulan para stratig Republik yang bergerak ke medan perang dengan senjata sederhana. Dalam pertempuran di Batas Demarkasi Gebang, pasukan Sekutu dan Belanda berhasil dipukul mundur, dan balik arah kembali ke Tanjung Pura.
Sementara itu, percaturan politik dan militer terus berjalan, disaat kekuatan tentara Sekutu di tarik dari Wilayah Indonesia, kesatuan Militer Inggeris dan Gurkha meninggalkan perairan Indonesia. Namun pasukan Kolonialis Belanda tetap bertahan, mereka menampik kemustahilan dan tidak akan mengabaikan sumber kekuatan energi perang yang sekaligus mendatangkan keuntungan keuangan yang cukup potensial itu. Posisi strategis terdapat di Pangkalan Berandan, yang mengandung kekayaan bahan tambang yang dapat dijadikan tempat konsentrasi kekuatan yang bisa digunakan sebagai batu loncatan untuk melakukan penyerbuan ke Daerah Aceh kelak.
Pasukan Belanda menuju Front Gebang
Dan justru karena itu sebagian besar pasukan kita ditumpahkan mundur ke Pangkalan Berandan untuk bersiap siaga menghimpun semua kekuatan revolusi, dari garis belakang mengalir pasukan-pasukan baru, bersenjata aneka macam bedil dan senapan mesin, peluru dan mortir hasil rampasan dari Pasukan Jepang.
Sepanjang front mereka siaga untuk mempertahankan tambang minyak dan daerah ujung pertahanan Langkat Area belahan Sumatera Timur bagian Utara. Pertahanan gigih dan mati-matian dipersiapkan setangkas semangat yang dipunyai dengan tekad ”daripada berputih mata lebih baik berputih tulang, daripada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalan tanah”.
daripada berputih mata lebih baik berputih tulang, daripada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalan tanah”.
Kesibukan Tentara Belanda semakin meningkat, yaitu sejak tanggal 6 Agustus sampai dengan 12 Agustus 1947, pada setiap harinya terus terjadi kontak senjata di Front Gebang dan Bukit Mengkirai, namun pertahanan pejuang tetap solid, dan sebaliknya bahwa Brigade ”Z” sama sekali tidak menyurutkan misinya untuk menguasai Kilang Minyak Pangkalan Berandan.
Selanjutnya, Belanda menghimpun kekuatan dengan mendatangkan kekuatan induk, yaitu Batalyon 4-2 RI yang berkedudukan di Binjai, dipindahkan dan bermarkas di Tanjung Pura, sebagai persiapan Brigade ”Z” mencoba untuk mencapai target offensifnya yang masih belum tercapai, dimana daerah Teluk Aru merupakan Tambang Minyak berikut Naffinderij-nya yang amat vital, memang sangat diincar oleh Kolonial Belanda.
Pasukan Pejuang Menghimpun Kekuatan
Dalam pada itu pesawat udara musuh yang terdiri dari Mustang, Capung dan Catalina, giat melakukan pengintaian udara diatas Kota Pangkalan Berandan, Pangkalan Susu dan daerah daerah pertahanan KSBO (Komando Sektor Barat Oetara). Pesawat tempur jenis pemburu itu melayang-layang diatas kota Pangkalan Berandan, terbang rendah untuk pamer kekuatan. Belanda benar-benar menunjukkan kelebihannya, mereka ingin membuat gentar hati  rakyat dan Pajuang di Pangkalan Berandan, di Front depan, pasukan Infanteri Belanda juga mengadakan ”Show off Force” , menderu diatas jalan berdebu dibayangi kekuatan Tank, kenderaan  lapis baja dan meriam-meriam.
Laporan kemudian diterima dari Badan Intelijen kita yang baru pulang dari penyelidikan di daerah pendudukan Belanda di Tanjung Pura, menerangkan : ”Belanda menghimpun sejumlah bsar pasukan di Tanjung Pura dan ada tanda tanda yang jelas bahwa musuh akan segera melancarkan serangannya secara besar-besaran terhadap Pangkalan Berandan dan Pangkalan Susu”.
Pasukan Belanda Melakukan ”Show Of Force”
Laporan tersebut akhirnya sampai ketangan Seksi penyelidik KSBO di Pangkalan Berandan, pada tanggal 11 Agustus 1947, informasi penting ini ditanggapi secara serius oleh Komandan KSBO, karena cocok sekali dengan keterangan mata-mata musuh yang baru ditankap. Namun kapan waktu penyerangan Pasukan Belanda itu ke Pangkalan Berandan, mereka bergerak dari mana dan berapa jumlah kekuatannya belum dapat diketahui, sehingga menciptakan suasana semakin tegang.
Sementara, pihak Belanda melakukan “Gertak Sambal” melalui Radio HILVERSUM di Jakarta, pada tanggal 11 Agustus 1947 menyiarkan berita bahwa Pangkalan berandan dan Pangkalan Susu telah jatuh ketangan mereka, walaupun kedua Kota itu belum diduduki mereka, ini adalah taktik yang biasa mereka pergunakan selama ini bila hendak menduduki suatu kota, psywar untuk menakut nakuti musuh mereka guna memperlemah semangat juang dan bertahan bagi  kesatuan kesatuan kita di front depan atas kota yang mereka incar untuk didudukinya itu. Kesimpulan, sudah tiada  keraguan lagi rasanya, Belanda pasti akan “Masuk ke daerah Republik menguasai Tambang Minyak”.
Pasukan Belanda menuju Front Gebang
Berbagai Manuver oleh pasukan Belanda, diantaranya pada tanggal 11 Agustus 1947, dua pleton pasukan Belanda masuk dengan cara melambung dari sayap kanan pertahanan KSBO, merobos sampai ke Desa Securai. Pertempuranpun terjadi, Pasukan-pasukan Republik Indonesia yang berada di Pos penjagaan menghadang pasukan musuh dengan tembakan – tembakan gencar, mengakibatkan Gugurnya seorang Srikandi barnama HASANAH SIREGAR, ditembak Pasukan Belanda dengan kondisi yang sangat menyedihkan.
Pertempuran yang terjadi beberapa jam itu, pasukan Indonesia dapat memukul mundur, memaksa Pasukan Belanda kembali ke markasnya di Tanjung Pura. Menjaga agar Pasukan Belanda tidak masuk kembali ke Pangkalan Berandan, setelah menghalau musuh mundur,  terpaksa Jembatan Securai di ledakkan oleh Pasukan KSBO sebagai antisipasi menghentikan Penyerangan Musuh.
Kenderaan Lapis Baja Pasukan Sekutu
Dalam berbagai pertempuran, laskar – laskar ini berjuang bahu-membahu dengan rekan-rekan dari TKR (Tentara Keamanan Rakjat) diberbagai sektor, dengan segala senjata yang dimiliki, seperti Bambu Runcing, para pejuang ini siap bertempur mengusir penjajah dari Bumi Pertiwi, mereka membentuk brikade dan menghempang pergerakan Pasukan Belanda yang dilengkapi persenjataan Mutakhir, truck dan jeep serta tank brengun carrier dan mortir, diperkuat oleh tembakan tembakan (straffing) dari pesawat udara.

Tunggu Artikel Berikutnya !!! …. PERJUANGAN DI BATAS DEMARKASI GEBANG
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Anak Negeri Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger